Waspadai Stigmatisasi terhadap Islam dan Pesantren

Assalamu'alaikum...

ba'da salam puji syukur kepada Allah yang menjadi Rabb, Malik dan Ilah manusia, Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW..

Akhir-akhir ini marak sekali pemberitaan di media yang mengangkat topik yang sebenarnya sama saja, mulai dari NII yang kemudian dikait-kaitkan dengan Pondok pesantren Azzaitun. Marilah melihat secara jernih dan tidak malah memperkeruh suasana, di Ponpes Azzaitun kalaupun di media banyak yang mengaitkannya dengan NII, Namun sekali lagi belum ada bukti yang kuat ke arah sana, bahkan ketika pun ada bukti oknum yang terlibat, Kita tidak bisa mengenerasisir Azzaitun secara keseluruhan, Inilah yang kemudian dalam pepatah sering kita dengar "karena nila setitik rusak susu sebelanga", bisa jadi ada oknum yang memang terlibat, Namun tidak bisa diklaim seluruhnya terlibat. Saya bukan alumni azzaitun, maupun pengurus azzaitun, namun ajakan untuk melihat permasalahan secara obyektif dalam sebuah diskusi yang kemudian menginspirasi saya untuk menulisakan catatan ini.Catatan selanjutnya berita tentang 'terorisme' yang seakan menjadi berita 'seksi' dan selalu menjadi heboh di media-media massa, belum lagi film-film yang terlihat bagus untuk disantap oleh mata, Namun ternyata menimbulkan kontroversi. Ambilah contoh film yang ditayangkan salah satu televisi swasta yang menempatkan pesantren sebagai latar tempat kesehariannya (ada segi yang positif juga tentang ustadz yang sering memberi ceramah dan kata-katanya inspiratif dan mudah dicerna oleh anak muda, begitu pula dengan lucunya rokhim dan fuad, Namun disini permasalahannya adalah bagaimana di dalamnya justru ada tema yang diangkat mengisahkan tentang 'cinta-cinta' an dan saya rasa itu bukan cerminan dari pesantren secara utuh),memang perlu obyektif dalam mencerna apapun yang kita lihat,dengar dan rasa di era yang serba terbuka ini. *kata pertama : ..bisa jadi memang ada oknum, namun tidak bisa digenerasilir.


Lantas apa yang perlu kita waspadai, pertama Stigma terhadap islam yang sering dikaitkan dengan terorisme, itu secara perlahan dan semakin memasti saja membuat orang kemudian meng'iya' kan, bahkan yang memprihatikan banyak orang islam sendiri yang meng'iya'kannya (baca: belum obyektif melihat permasalahan), Boleh kita berwaspada -karena memang harus senantiasa berwaspada dan bersiap-siaga- terhadap sesuatu yang mencurigakan, Namun yang harus dikedepankan adalah fakta bukan prasangka. Karena ketika prasangka yang mendahuluinya, maka sesuatu akan ternilai secara subyektif (baca :mengeneralisir peristiwa). Belum lagi terkait pengajian, bagaimana sering kita dengar ketika terjadi wawancara berita tentang terorisme, 1 pertanyaan yang hampir selalu ditanyakan oleh presenter "apakah anda mengetahui, bahwa -tersangka- sering mengikuti pengajian?, Nah, pengajian yang diserang. belum lama saya berdiskusi dengan salah seorang teman yang bercerita bahwa ada temannya yang dilarang ikut pengajian oleh orang tuanya, karena takut-takut terseret terorisme, Luar biasanya stigmatisasi itu yang kemudian melekat di dalam pikiran-pikiran masyarakat kita.


Islam dan pesantren di indonesia khususnya, keduanya tidak bisa dipisahkan.. baik dilihat aspek historis maupun kondisi realita saat ini. Marilah kita jaga bersama. bukan saya, bukan anda tapi Kita semua saudara ku seiman dan setaqwa.. semoga Allah senantiasa melimpahkan kejernihan berfikir dan persatuan dalam umat ini.
Marilah rapatkan barisan, tinggalkan perbedaan dan egoisme golongan, bersama-sama dibawah naungan islam, semoga menjadi solusi ke depan.
Semoga ada inspirasi yang bisa digali
Wallahu'alam bisshowab..
Wassalamu'alaikum wr.wb
Oleh : Nuri Ardiansyah

Unik

Betapa indahnya kehidupan orang-orang yang beriman
Segala yang terjadi di dalam dunia ini
Bagi mereka tiada yang merugikan
Segalanya dijadikan pelajaran
Saat berada di atas, tiadalah berpongah diri
Kar'na kekayaan bukanlah untuk dibanggakan
Namun disyukuri dan diberi kepada yang memerlukannya
Saat berada di bawah, tiadalah berputus asa
Kar'na kemiskinan bukanlah untuk dicela
Namun dihiasi dengan kesabaran agar tampak indah
Dan Allah pun semakin cinta
Subhanallah
Alhamdulillah
Wa laa ilaha ilallah
Allahu akbar
Begitulah kehidupan orang-orang yang beriman

Album : Bahasa Jiwa
Munsyid : Maidany
http://liriknasyid.com

Haramain, Aku dan Canon....

1. Wajah Gurun Pasir Saudi dari udara


3. Foto Gerbang Utama Masjid Nabawi (Menjelang Maghrib)

4. Foto Atap Payung Masjid Nabawi 
 

5. Foto Kubah Hijau (Makam Rasulullah) Assalamu'alaika Yaa Rasulullah... Assalamu'alayka Yaa Nabi Allah (selalu meneteskan air mata saat berada di dekat tempat ini, kami merindukanmu Yaa Rasul...)

6. Foto Masjid yang dahulu merupakan lapangan yang digunakan rasulullah dan shahabat untuk sholat ied, yang bersebelahan dgn Masjid Umar ibn Khattab dan masjid Abu Bakr  RA
 7. Madinah Banjir, sebelumnya terjadi hujan begitu lebat sehingga menyebabkan banjir dan menjadi tontonan warga sekitar
 8. Mr. Ali Hasan (family of Husain Ra) dari Iraq yang tinggal di Maroko dan Mr. Adnan dari Turky


9. Suasana Peternakan Onta di Makkah -> Harga susu onta cukup 5 Real saja per botol

10. Masjid Apung di Jeddah di tepi laut Merah

Kisah Inspiratif, Naik Haji Jalan Kaki 5700 Km dari Bosnia




Buku Senad Hadzic: Naik Haji Jalan Kaki 5700 Km dari Bosnia (foto pribadi)


Sungguh saya merasa sangat beruntung, saya menemukan buku ini ketika berkunjung ke toko buku Gramedia di Samarinda. Siang tadi saya memang memborong buku di Gramedia. Enam buah buku saya beli. Dan buku inilah yang paling inspiratif. Ingin sekali saya segera membagi keberuntungan ini dengan menuliskan resensinya di Kompasiana.


Ini adalah sebuah buku yang menceritakan tentang perjalanan spiritual, tentang perjalanan haji yang sangat menggugah. Pada tanggal 10 Desember 2011, Senad Hadzic, warga Bosnia memulai perjalanan untuk menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki dari kampung halamannya di Banovici, Bosnia. Senad akhirnya mencapai tujuan di Mekkah pada tanggal 31 Agustus 2012. Senad berjalan kaki rata-rata 30-70 km per hari melintasi tujuh negara yaitu Bosnia, Serbia, Bulgaria, Turki, Suriah, Yordania dan Arab Saudi. Kompasianer Ahmad Syaukani sendiri pernah menuliskan berita perjalanan Senad Hadzic pada artikel yang berjudul “Naik Haji Jalan Kaki ke Mekkah”.


Mujahidin Nur, sang penulis buku ini, sangat piawai menuliskan kisah-kisah yang terjadi selama perjalanan Senad. “Kekuatan penulis mengolah isi hati dan tekad Senad menuju Ka’bah sangat mempengaruhi saya sebagai pembaca. Di bab-bab awal saya ikut lebur dalam haru. Bab-bab tengah saya ikut terpesona akan keajaiban-keajaiban yang terjadi. Dan di bab-bab akhir, saya ikut geram dengan penderitaan Senad di perbatasan Arab Saudi. Namun saya bersyukur, kisah ini berakhir bahagia. Penulis buku ini berhasil membuat saya larut pada setiap sisi cerita. Subhanallah, ” demikian tutur Dian Onasis, seorang penulis cerita anak.


Memasuki Perbatasan Bosnia-Serbia


Saat yang paling menegangkan adalah ketika Senad memasuki perbatasan Bosnia-Serbia. Seperti kita ketahui, Bosnia dan Serbia pernah terlibat dalam perang antar etnis dan agama yang paling menyayat harkat kemanusiaan kita. Dari jauh, para penjaga perbatasan dapat melihat bayangan Senad dengan bendera Bosnia yang berkibar-kibar di punggungnya. Ketika Senah sudah benar-benar akan memasuki pos penjagaan, apa yang terjadi? Mereka (para penjaga) justru buru-buru mengucapkan salam kepada Senad, Assalamu-alaikum,” ucap mereka penuh hormat, walau mereka bukan muslim. “Wa’alaikum salam,” jawab Senad tak kalah hormatnya.






Senad dengan bendera Bosnia yang berkibar-kibar (arhiva.kib.ba)


Seseorang yang diyakini Senad sebagai kepala pos penjagaan perbatasa mendekati Senad, dan memberikan perintah kepada anak buahnya, “Jangan mempersulit administrasi orang Bosnia ini. Bagaimana pun dia bisa meninggal dalam perjalanan. Sejurus kemudian aparat-aparat bersenjata lengkap itu mempersilakan Senad untuk melanjutkan perjalanannya sambil tersenyum ramah. Senad pun membalas senyum mereka sambil tak lupa mengucapkan terima kasih atas kebaikan mereka.


Dimuliakan oleh Pemilik Restoran yang Beragama Kristen


Ketika memasuki kota wisata yang terletak di distrik Rasina, tepatnya di bawah pegunungan Kopaonik, Senad mendapat sambutan yang luar biasa dari Zoran, seorang pemilik restoran daging. Pelanggan restoran Zoran bukan hanya dari kalangan orang Kristen, melainkan banyak juga dari orang Islam. Mendengar restorannya akan dilintasi oleh Senad, ia memerintahkan pegawainya untuk membakar daging yang akan dihidangkan kepada Senad.


Ketika Senad melintasi restorannya, Zoran menyambut Senad bersama karyawan-karyawannya, “Assaamu’alaikum, Senad.” Senad berhenti tepat di hadapan Zoran dan menyalami Zoran sambil menjawab salamnya. Zoran kemudian mengajak Senad masuk ke restorannya, “Aku tahu engkau adalah pejalan kaki menuju Tuhan. Sungguh akan menjadi kehormatan bagiku apabila engkau mau beristrirahat dan memakan hidangan sederhanaku,” ungkap Zoran penuh harap.


Senad tersenyum dengan keramahan Zoran. “Baiklah, aku sangat berterima kasih atas kebaikan tuan Zoran. Semoga Tuhan membalas kebaikan tuan Zoran dengan sesuatu yang terbaik menurut-Nya.” Zoran begitu bahagia Senad mau singgah ke restorannya. Ia begitu tulus ingin menghormati Senad karena kekagumannya kepada laki-laki ini.






Di Bulgaria, Senad berjalan kaki dalam kesendirian (themuslimtimes.org)


Sambutan Paling Hangat dari Turki


Sesampai di perbatasan Turki, sesudah melewati bagian pengecekan administrasi negara itu, Senad bersujud, mensyukuri segala karunia Allah yang diberikan kepadanya. Sesudah melewati perbatasan, antrian masyarakat Turki, terutama yang tinggal di perbatasan, panjang membentang menyambut kedatangan Senad. Pemberitaan mengenai Senad selama melakukan perjalanan di Bulgaria, membuat mereka khawatir akan kesehatan dan keselamatan Senad. Mereka khawatir badai salju membuat Senad mati membeku.


Senad sangat terkesan dengan penyambutan itu. Ia seakan berada di kampungnya sendiri, di mana semua warga begitu hangat menyambutnya dengan takbir, tasbih dan kumandang, “Kami mencitaimu Senad, kami mencintai Bosnia,” ucap mereka penuh kebahagiaan. Senad menyalami mereka satu per satu. Segala rasa letih selama perjalanan di Bulgaria seakan sirna dengan kehangatan sambutan masyarakat Turki. Semua hari berat yang dilaluinya menjadi menarik untuk dijalani. Selanjutnya penyambutan demi penyambutan silih berganti untuk memuliakan pejalan kaki tamu Allah ini.


Memasuki Suriah yang Tercabik


Ketika akan melintasi jembatan Bosphorus, Senad sempat terhalang oleh peraturan bahwa semua yang akan melalui jembatan yang menghubungkan antara Eropa dan Asia ini tidak boleh dilakukan dengan berjalan kaki. Terjadilah negosiasi antara Senad dengan petugas jembatan, agar Senad bisa melalui jembatan dengan berjalan kaki. Karena negosiasi buntu, maka Senad memutuskan untuk berkemah tidak jauh dari lokasi jembatan, untuk mengurus ijin agar bisa melewati jembatan itu dengan berjalan kaki.


Setelah berminggu-minggu menunggu, akhirnya ada titik terang. Petugas jembatan Bosphorus melunak setelah setiap hari Senad memita mereka untuk mengijinkan dirinya melewati jembatan ini dengan berjalan kaki. Senad melakukan sujud syukur kepada Allah dan memeluk para petugas jembatan untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju perbatasan Turki-Suriah.






Senad bersujud syukur (www.trtbosanski.com)


Ketika memasuki perbatasan Turki-Suriah, Senad disambut dengan hangat oleh para petugas emigrasi Suriah. Namun sambutan itu tidak berarti Senad mendapatkan kemudahan dalam pengurusan visa di sini. “Urungkanlah niatmu wahai saudaraku. Seandainya tidak sedang dalam keadaan perang, kami sungguh sangat bahagia menerimamu sebagai tamu di negara kami,” ucap seorang perwira penjaga perbatasan kepada Senad. Setelah bernegosiasi selama 7 jam, akhirnya Senad diperbolehkan melewati Suriah. Senad bersujud syukur atas hal ini dan menyalami semua petugas perbatasan tersebut. Kemudian salah seorang perwira senior mendekati Senad dan memeluknya, “Wahai orang Bosnia, berdoalah kepada Allah untukku di Arafah nanti. Di sana Allah akan mengabulkan setiap doa yang dipanjatkan kepada-Nya.”


Dan alhamdulillah, memasuki Suriah yang sedang bergejolak oleh perang saudara, Senad dapat melaluinya dengan selamat. “Tidak ada yang menembak saya. Saya dihentikan oleh orang bersenjata memeriksa pasport saya. Tetapi ketika saya mengatakan saya dalam perjalanan menuju Allah, baik pemberontak mau pun tentara Presiden Assad membiarkan saya pergi.”


Arab Saudi, Cobaan Terberat Perjalanan Senad


Sungguh terasa aneh, bahwa cobaan terberat yang dihadapi Senad adalah ketika berada di Arab Saudi. Cobaan itu adalah tentang sedemikian lamanya proses untuk mendapatkan visa untuk memasuki negara itu. Sebenarnya Senad sudah mendapatkan sambutan yang hangat di perbatasan Arab Saudi. “Mabruk Ya Senad, congratulation,” ujar Fahd el Zeid, menyambut Senad dengan sambutan yang hangat dan penuh kekeluargaan.


“Tidak ada dalam sejarah, orang yang mampu berjalan kaki sekian lama untuk menunaikan ibadah haji. Saya akan langsung menge-fax dokumen-dokumen anda ke Riyadh, tuan Senad. Menurut informasi, Pangeran Riyadh mengatakan bahwa visa sudah akan disetujui dengan segala cara oleh Arab Saudi. Datanglah tiga hari lagi ke sini untuk mengambil visa anda tuan Senad.”


Tapi yang terjadi kemudian, Senad harus menunggu hampir tiga bulan untuk mendapatkan visanya. Entah apa yang terjadi, yang juga ironis, sambutan masyarakat Arab Saudi juga tidak sehangat sambutan masyarakat Turki. Kedubes Bosnia di Arab Saudi pun seperti tidak ada perhatian terhadap kesulitan Senad ini. Di saat penantian yang panjang, sesekali kemudian terbayang kembali wajah anak dan istrinya di kampung halamannya. Ia juga sempat menderita sakit hingga pingsan selama penantian itu. Namun ia bertekad, tidak akan menyerah, walaupun harus mati di perbatasan Arab Saudi.


Hingga akhirnya ia menerima panggilan telpon dari Kedubes Arab Saudi, “Hallo, assalamu’alaium,” ucap Senad dengan suara lemah. Dari seberang terdengar Fahd el Zeid berbicara menyampaikan informasi terkini terkait masalah visa Senad. Atas nama kerajaan Arab Saudi ia minta maaf atas keterlambatan merespon aplikasi vsa Senad. Dan yang paling membahagiakan Senad adalah Fahd menyampaikan bahwa visa Senad sudah keluar dan Senad diperbolehkan untuk memasuki Arab Saudi.


Mendengar kabar gembira ini, semua kesedihan, rasa letih, lelah dan berbagai penderitaan selama ia berada di perbatasan seakan sirna sudah. Semuanya hilang berganti dengan kebahagiaan. Lama sekali ia bersujud dengan tangis yang mengundang rasa bahagia seluruh makhluk Allah di langit dan di bumi. Usai menumpahkan kebahagiaannya di hadapan Allah, ia buru-buru menelpon Aqueena, istrinya. Aqueen pun terpekik kegirangan menerima telepon dari suami tercintanya. Aqueena serasa diliputi kebahagiaan dari ujung rambut sampai ujung kakinya.


Usai menelpon istrinya, dengan langkah terhuyung-huyung karena badannya masih lemah, Senad keluar dari tendanya dan mendatangi orang-orang miskin yang ada di sekitar gurun pasir tak jauh dari tempat ia tidur. Dirogohnya uang ppecahan dolar di kantongnya yang semuanya berjumlah 20 dolar, dan dibagikan semuanya kepada orang-orang miskin itu tanpa ada sisa satu sen pun untuk dirinya. Ia begitu bahagia. Bahagia dengan karunia Allah kepada dirinya.


Komentar dan Testimoni atas Buku Ini


Ada banyak komentar dan testimoni atas buku ini, yang menyatakan salut untuk Senad Hadzic dan pujian untuk buku yang inspiratif ini. Saya akan mengutip dua testimoni yang paling inspiratif bagi saya:


“Entah saya tenggelam dengan kekhusyukan Senad. Menggigil saat membayangkan Senad kedinginan dan merasakan perih di dada saat membaca puncak penderitaan Senad di perbatasan Arab Saudi. Saya membacanya berulang-ulang dan merasakan semuanya berulang-ulang juga. Sebagai seorang wanita, membaca kesalehan Senad sampai kuberkhayal, andai aku jadi Aqueenamu, Senad.” - Fatimah Rina Nuraini, seorang pembimbing haji dan umroh.


“Uwais al Qarni adalah laki-laki shaleh pada jaman tabi’in yang berjalan kaki menggendong ibunya dari Yaman menuju Mekkah. Waktu membaca kisahnya, saya kagum luar biasa. Namun kekaguman saya pada Senad Hadzic berbeda. Uwais al Qarni hidup pada masa tidak ada pesawat, mobil atau pun kapal laut. Tapi Senad hidup di dunia modern yang semuanya ada. Dan ia sanggup berjalan kaki untuk menunaikan ibadah haji. Subhanallah.” - dr. Suci Saptyuni, dokter RSUD di Cirebon.


————————————————————————-


Judul Buku : Naik Haji Jalan Kaki 5700 Km dari Bosnia


Penulis : Mujahidin Nur


Penerbit : Zahira, Cetakan I, September 2013


Tebal Buku : 186 halaman










Sumber:http://media.kompasiana.com/buku/2013/12/02/kisah-inspiratif-naik-haji-jalan-kaki-5700-km-dari-bosnia-615775.html